Masa Depan Berkabut

dipeletjihoon
6 min readJan 21, 2024

--

Photo by Nathan Anderson on Unsplash

Soonyoung hidup sudah lebih dari dua ratus tahun lamanya—dalam hitungan yang lebih presisi, ia telah hidup selama 227 tahun. Mengetahui banyak budaya dan kultur manusia dari berbagai kerajaan bukan hal yang aneh. Terlebih jika menyangkut Kerajaan Diamond yang ada tepat di sebelah Tanah Kaiyo. Ia tahu sangat banyak soal budaya dan kultur mereka, bahkan lebih dari orang-orang mereka.

Bagaimana sebuah kelahiran dirayakan, dan bagaimana sebuah kematian ditangisi, dikenang sebagai satu hari yang memilukan. Soonyoung juga tahu betul manusia suka mengadakan perayaan. Hari raya panen, puncak musim panas, hingga perayaan natal dengan pohon berhias lampu kelap kelip di tengah alun-alun kota, juga presensi dan sambutan dari keluarga kerajaan penuh kebohongan juga menjadi beberapa hal yang sangat suka dikenang oleh manusia. Soonyoung tidak mengerti perasaan semacam itu, sebab orang-orangnya tidak pernah merayakan sebuah kelahiran dan menangisi kematian. Orang-orangnya, Bangsa Kaiyo, juga tidak punya hari raya untuk diperingati setiap tahun. Soonyoung pun tidak pernah punya kewajiban untuk memberi sambutan di depan mereka setiap hari raya. Soonyoung cukup menunjukan bahwa dirinya ada dan mampu—secara kemampuan—sebagai raja, tidak butuh lebih dari itu.

Soonyoung juga tahu, seberapa sistematis dan struktural koloni berskala sangat besar—yang seharusnya tidak disebut koloni—manusia hidup. Ada sistem dan hukum yang mengatur hidup mereka, seperti: aturan mengemudi, aturan pemakaian barang tertentu yang memerlukan mana, hukum pidana dan perdata yang melindungi manusia, sesuatu yang disebut Hak Asasi Manusia yang menjaga manusia dengan tingkat mana sangat rendah, hingga hukum mengenai kesejahteraan. Dari aturan sistematis itu, mereka membuat beberapa mantra untuk menciptakan batasan ruang gerak dan meminimalisir rusaknya batasan di di atas kertas konyol itu. Soonyoung paham dan banyak tahu, tapi tidak mengerti dengan baik.

Dirinya juga terikat beberapa hukum dan batasan dengan mengatasnamakan perdamaian antar dua ras. Pun dirinya terkadang merasa kesal karena harus berurusan dengan beberapa legalitas agar bisnis jasa ekspedisi yang ia buat bisa berjalan, dan misi rahasianya—untuk mengumpulkan informasi dan mengawasi manusia seperti selayaknya perjanjian-perjanjian dari para pendahulunya, serta jalan yang Soonyoung buat kala itu untuk menemukan Jihoon—tidak diinterupsi oleh hal-hal yang tidak boleh ia sentuh. Masalah paling besarnya adalah Soonyoung enggan belajar cara membaca dan menulis dalam aksara manusia, dan sekali lagi, itu mengganggunya—kertas-kertas legalitas itu.

Sayangnya, sekali lagi—karena memang harus Soonyoung sayangkan—ia juga punya hukum tidak tertulis lain yang harus dipatuhi. Salah satunya adalah untuk tidak memasuki area istana keluarga kerajaan tanpa undangan. Larangan itu berkaitan dengan perjanjiannya bersama Lee, Raja Kerajaan Diamond saat ini, diperkuat dengan sebuah kelambu mantra pelindung yang bisa mendeteksi penyusup masuk sekecil apapun. Dibentangkan oleh sang penasehat kerajaan secara turun temurun untuk melindungi keluarga kerajaan dan pohon suci.

Hari ini, kelambu itu melemah. Tapi menurut Soonyoung, kelambu itu sengaja dilemahkan, tentu oleh orang yang punya tanggung jawab untuk menjaga kelambu itu agar tetap melindungi seluruh isi dibaliknya. Dari titik kumpul paling sedikit penjaga, Jun melepaskan empat ekor kucing api yang berhasil menyelinap masuk melalui celah kelambu yang telah berlubang. Ia tahu tingkat kelemahan mana ini bukan dikarenakan ketidaksengajaan. Namun Soonyoung mengenal Son Sukku, dan ia memilih untuk tetap diam. Menganggap semua memang datang karena keberuntungan.

“Segelnya udah mati,” bisik Jun kepada Soonyoung. Laki-laki itu mendongakkan kepala dan memperhatikan bagaimana kelambu itu perlahan menguap. Sepasang mata emasnya membuat ia yakin kalau kebetulan ini adalah undangan. Son Sukku jelas mengundangnya.

“Ayo masuk.”

Soonyoung memimpin rombongannya dan menyelinap masuk. Ia adalah pemburu handal, pembunuh yang lihai pada masa peperangan dulu. Orang-orangnya pun merupakan Kaiyo terbaik. Mereka menyusup ke dalam istana tanpa meninggalkan jejak. Bergerak seringan bulu angsa dan melesat gesit seperti burung alap-alap. Yang tersisa dari jejak mereka hanyalah angin dan bayangan samar. Tidak lebih.

Kaiyo-kaiyo kecil yang tersebar dibawa oleh kucing api milik Jun menbuat mereka berhasil menghindari titik-titik pos penjaga dan kamera pengawasan. Soonyoung dan rombongannya tiba di ruang bawah tanah tempat pohon suci ditanam dalam waktu sekejap. Son Sukku berdiri di sana, seolah sudah menunggu kedatangan Soonyoung.

Sang Raja Kaiyo nampak tidak senang. Ia meregangkan lehernya sambil mendekat, “kayaknya lo udah tahu gue bakalan kesini.” Son Sukku menghela napas panjang dan mengangguk.

“Aku sudah melihatnya sejak sepuluh tahun lalu.”

“Oh iya? Berarti lo juga udah tahu kalau apa yang ada di dalam pohon suci ini kosong?” balas Soonyoung sambil menunjuk pohon suci itu. Pohon yang seluruh batang dan daunnya berwarna putih, bercahaya, berdahan besar, namun daunnya banyak yang berguguran. Tidak lagi nampak kokoh seperti dua puluh tujuh tahun lalu.

Sukku diam saja. Ia tidak menjawab pertanyaan Soonyoung dan membuat Sang Raja Kaiyo merasa kesal. Tangan Soonyoung bergerak cepat menarik pedang miliknya dari dalam sarung pedang, lalu menghunuskannya tepat di leher Sukku. “Harusnya lo bilang soal ini ke semua orang. Lo sama gilanya kayak Lee, bajingan tengik itu.”

“Jika aku mengatakan apa yang terjadi ketika mendapat penerawangan itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi Soonyoung.” Sukku membalas sambil menundukkan kepala. Mata pedang Soonyoung yang tajam langsung membuat leher pria itu berdarah hanya dengan sebuah sentuhan lembut. Soonyoung bergeming, ia tidak puas dengan jawaban Sukku. “Kamu tahu… terkadang beberapa penerawangan lebih baik dibiarkan saja daripada dicegah.”

“Kenapa?”

“Karena aku tidak bisa menerawang lebih jauh untuk mencari tahu dan semua bisa saja berubah ke arah yang tidak pernah aku tidak ketahui. Hal itu membuatku terlalu ragu soal… mana pilihan yang sebaiknya aku ambil.” Soonyoung menurunkan pedangnya, lalu memasukan kembali ke dalam sarungnya. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap lurus ke arah pohon suci. Ekornya bergerak ke kanan dan ke kiri.

“Selama bertahun-tahun bocah itu melindungi sesuatu dengan sia-sia dan jadi kacau,” ujar Soonyoung akhirnya. Ia kembali menatap Sukku dengan tatapan kesal, “lo bikin Jihoon menderita, Sukku. Jihoon yang gak tau apa-apa dan selalu kalian jadikan kambing hitam itu.”

Sukku tidak mengelak. Ia menundukkan kepala sambil mengusap wajahnya, “aku tidak akan berkilah. Aku memang menyiksanya… tapi itu satu-satunya cara agar Jihoon bisa berlatih. Dia perlu medium praktik. Meskipun yang ia lindungi hanyalah sebuah segel yang sudah bocor dan kosong.”

“Kalian berdua sama aja. Lo sama Lee.”

“Kwon Soonyoung, kamu bawa Jihoon ke Tanah Kaiyo?” meski ragu, Sukku memberanikan diri untuk bertanya.

Soonyoung memiringkan kepala, “bukannya lo udah liat sendiri di penerawangan lo?” Sukku hanya tersenyum tipis, ia mengangguk pelan mengiyakan.

“Sesuatu yang besar akan terjadi Soonyoung… jika penerawanganku benar, sesuatu yang besar akan terjadi. Tapi aku tidak bisa melihat lebih jauh, aku tidak tahu apa saja yang akan diakibatkan oleh hal itu. Semua berkabut Soonyoung.” Soonyoung diam sejenak.

“Apa gue bakalan mati?”

“Entah… aku tidak bisa melihatnya Soonyoung. Tapi aku harap kamu mau bekerja sama dengan—”

“Om Sukku! Oh shit! Kaiyo!!” Lee Chan tiba-tiba saja muncul dengan dua tangan kanannnya. Melihat kedatangan Sang Putra Mahkota, Jun langsung bereaksi melemparkan bola api ke arah pria itu. Vernon yang berdiri di sebelah Chan langsung menghalau bola api itu dengan tangan kosong. Jun mundur beberapa langkah sambil memasang kuda-kuda, sedangkan Mingyu mengeluarkan naginata emas miliknya, sayapnya terbuka lebar dan bulu hitamnya berterbangan, sedangkan Soonyoung bergeming di tempatnya.

“Sialan! Om Sukku!” Lee Chan kembali menekik. Mingyu dan Jun menunggu aba-aba, namun sang raja tidak bergeming.

Sang Putra Mahkota adalah petarung sejati yang berbakat. Ia merapalkan mantra dengan cepat dan menembakkan bola mana cahaya ke arah Jun dan Mingyu. Keduanya terkecoh oleh cahaya menyilaukan. Lee Chan bergerak gesit memotong jarak dan menerjang langsung ke arah Soonyoung. Sayangnya Lee Chan tidak tahu seberapa kuat Soonyoung, dalam satu kedipan mata tubuh Sang Putra Mahkota terlempar ke arah dinding pohon suci.

“Apaan nih kecoa kok bisa ada di sini” komentar Soonyoung. Ia melirik ke arah Jun dan Mingyu yang menghalau Vernon dan Seungkwan. Mata Soonyoung berpindah ke sudut ruangan. Ia bisa melihat Minghao sudah siap menjerat musuhnya dengan benang mana tajam miliknya.

Lee Chan bangkit dari tempatnya dan melesat sambil mengeluarkan belati kecil ke arah Soonyoung. Sang Raja Kaiyo menghindari serangan Lee Chan dengan gesit, satu tangannya bergerak cepat mengunci beberapa sendi dan titik mana Lee Chan hingga membuat kedua kaki pria itu tiba-tiba melemah. Lee Chan jatuh terduduk. Ekor Soonyoung menjegal kedua tangan Lee Chan dan membuat pria itu jatuh tersungkur. Soonyoung dengan cepat menduduki punggung Lee Chan.

Pria itu berusaha bangkit, namun tiba-tiba tubuhnya tidak bisa bergerak setelah aura mana Kaiyo yang pekat, terlebih mana miliknya—yang paling pekat. Soonyoung menonyor kepala Lee Chan dengan sarung pedangnya sambul berkata, “lihat. Karena penerawangan sok rahasia lo. Bocah tolol yang bikin repot kayak gini ada.” Sukku hanya bisa diam dan menundukkan kepala, sedangkan Lee Chan hanya bisa menggeram sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

“Lee Chan juga korban… semua salahku.”

“Emang lo salah, syukur deh sadar diri” balas Soonyoung cepat. Ia kini menatap Lee Chan dengan sepasang mata emasnya—dalam tatapan itu Chan tau kalau Kaiyo itu punya katalis sihir sama dengan miliknya, namun jauh lebih kuat dari miliknya. “Bocah. Jangan sombong-sombong. Jangan gegabah. Lo tuh udah ngerepotin gue dan orang banyak. Mending diem aja dan banyak berdoa.”

Melihat tatapan penuh emosi dalam sorot mata Lee Chan, Soonyoung tersenyum puas dan tertawa terbahak-bahak. Ia berdiri dan berjalan menjauh dengan santai, “Sukku. Kurang-kurangi main rahasia-rahasiaan lo. Masa depan yang terancam bukan cuma manusia aja, tapi semua makhluk.”

“Ayo balik, ada yang nungguin roti bakar di sana.”

Support me on trakteer :3

--

--

No responses yet