The King of Kaiyo Eyes
part of Sub-Space
Jihoon mengayunkan tongkat baton miliknya dan seolah membuat ruang obrolan dalam channel privatnya lenyap bersama satu nada. Ia melempar batonnya dengan kesal dan menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur sambil menatap langit-langit bertabur bintang di atas sub-space yang ia ciptakan. Tak terbatas, gelap, dan berisi gemerlap cahaya.
Tempat tidur Jihoon melayang di udara, begitu juga dengan perabotan yang ia tinggalkan di dalam ruangan itu. Termasuk tongkat baton yang kini berkedip merah. Jihoon mengulurkan tangannya, seolah bisa menarik katalis mana miliknya dengan benang tak kasat mata, dan menangkap tongkat baton tersebut. Ia merapalkan mantra untuk membuka channel privat beranggotakan dirinya, Seungcheol, Wonwoo, dan Jeonghan.
Turun. Lee Seokmin sudah sampai @You
Sebuah pesan singkat dari Jeonghan membuat wajah Jihoon berubah masam. Ia berguling di atas tempat tidur dan berdiri. Dalam satu ayunan, dirinya sudah berpindah ke ruang tengah tempat tinggalnya. Lee Seokmin sudah ada disana dan membungkukkan kepalanya dalam-dalam dengan tangan kiri di dada kanan sebagai bentuk penghormatan. Dirinya mengacuhkan Jeonghan yang masih melempar tatapan tajam—Jihoon bisa merasakan tatapan tajam sang pangeran, namun ia memilih untuk tidak peduli.
Jihoon, Wonwoo, dan Seokmin duduk setelah Jeonghan duduk—menurut etika di Kerajaan Diamond, orang berkedudukan tinggi lah yang harus mendahului segala bentuk kegiatan seperti makan, duduk, hingga berjalan, dari kasta tertinggi hingga terendah. Setelahnya wawancara terhadap Lee Seokmin pun dilakukan.
Banyak hal yang mereka dapatkan dari obrolan singkat itu. Soal Lee Seokmin, seorang rakyat biasa dengan level mana rendah, bekerja sebagai dekorator bunga di salah satu toko bunga ternama di Kerajaan Diamond. Jago masak dan beres-beres adalah keahlian yang ia dapatkan berkat merantau selama empat tahun di kerajaan tetangga. Seokmin ahli mengolah rempah-rempah dan daging berkat teman sekamarnya yang merupakan orang dari Kerajaan Hati, kampung halaman bagi mereka yang hidup dengan menyatu bersama alam.
Alasan Lee Seokmin untuk melanjutkan pendidikan ke negeri sebelah pun cukup umum, banyak ditemui di kalangan tingkat mana rendah; lingkungan mendukung dan daya saing cenderung lebih rendah. Sebab salah satu prasyarat untuk berbagai jurusan berkaitan dengan bentuk sihir dan tingkatan mana yang diuji secara bertahap hingga SMA. Seokmin sendiri awalnya ingin mendalami ilmu botani, namun semua perguruan tinggi di Kerajaan Diamond, maupun di luar Kerajaan Diamond mengharuskan calon pelajar mereka memiliki sihir berjenis manipulasi elemen serta ada di tingkat minimal B. Dari jenis sihir saja, Seokmin sudah tidak memenuhi syarat. Ia adalah manipulator suara.
Ia berakhir memilih Arsitektur Lanskap dari Kerajaan Keriting yang tidak memiliki prasyarat berkaitan dengan jenis maupun tingkat mana. Dalam sebuah pertanyaan, Seokmin dengan percaya diri berkata, "mungkin memang terlihat tidak linier antara profesi dengan latar belakang pendidikan saya. Tapi berkat ilmu selama menempuh pendidikan tinggi saya memiliki landasan kuat dalam menata bukan hanya buket bunga, melainkan sebuah taman. Bisa dibilang… saya paham estetika di atas rata-rata" ujarnya sambil terkekeh malu-malu.
Jihoon cukup terhibur. Ia kemudian meminta Seokmin untuk memperhatikan sekelilingnya yang penuh oleh retakan, bekas barang pecah belah, dan barang-barang berantakan akibat aliran mana tidak wajar milik Jihoon sambil bertanya, apakah ia akan sanggup menjaga dan mengurus rumah ini meskipun pekerjaan baru ini nantinya akan lebih jauh menyimpang daripada profesinya sekarang?
Pria itu menyanggupi dengan dalih, mengabdi kepada keluarga kerajaan adalah sebuah kehormatan tertinggi bagi rakyat biasa sepertinya—dan sebenarnya apa yang Seokmin katakan bukanlah bualan semata.
Setelah mempertimbangkan hasil wawancara, juga nilai tes Seokmin yang cukup tinggi, pria itu resmi menjadi salah satu pelayan di bawah nama Pangeran Kedua, Lee Jihoon sebagai Kepala Pelayan. Jeonghan merapal mantra perjanjian seumur hidup kepada Seokmin agar; tidak membocorkan segala informasi yang bersifat pribadi milik Jihoon dengan konsekuensi eksekusi di tempat.
Mereka nyaris mengadakan pesta penyambutan untuk Seokmin jika panggilan darurat dari pendeta tidak masuk secara tiba-tiba ke channel pesan pribadi Jihoon.
Makan malam antara para penyihir kuno diadakan di ruang tengah lantai dua bangunan utama Istana Kerajaan Diamond. Ruangan tersebut adalah ruangan paling mewah di dalam istana dengan nuansa warna perabot merah, putih dan emas. Tiang-tiang besarnya berlapis emas, dan di sisi kanan serta kiri ruangan itu penuh oleh lukisan yang menggambarkan perjuangan umat manusia serta lima penyihir kuno legendaris di masa lalu.
Lantai marmer berselimut karpet sutra berpadu sempurna dengan meja berbahan kayu dengan lapisan emas menambah kesan mewah pada ruangan itu. Terlebih lampu besar yang menggantung di tengah ruangan. Memancarkan cahaya kekuningan dari lilin api abadi berjumlah seratus biji.
Jamuan itu akan diadakan tepat pukul tujuh malam. Lee Chan dan sang Raja sudah duduk disana sebelum para tamu hadir—sebuah sikap seharusnya sebagai tuan rumah. Mereka tidak saling berbicara sebab tahu bahwa mata dan telinga ada pada dinding istana.
"Lee! Sebuah kehormatan bagi saya untuk bisa hadir dan diundang malam ini!!" tamu pertama yang datang adalah penyihir kuno dari Kerajaan Hati. Ia adalah seorang wanita dengan mahkota bunga di atas kepala. Rambut pirang dengan semburat oranye yang ditata dengan gaya bergelombang nampak menari seiring langkah kaki wanita itu mendekat ke arah meja makan. Padahal gaun wanita itu sederhana, hanya sebuah gaun putih dengan pundak terbuka, serta obi dari kulit sapi berwarna coklat, bahkan ia bertelanjang kaki tak membuat penyihir itu nampak buruk di hadapan sang raja.
Langkah riang itu berhenti tepat di depan meja. Ia melakukan curtsy dengan menundukkan kepala, mengangkat sedikit gaun yang ia pakai dan meletakkan kaki kanan di belakang kaki kiri, dan menekuk lutut. Setelahnya ia kembali mengangkat kepala dan melemparkan senyum manis, "apa kabar Lee?" sapa wanita itu dengan nama akrab.
Sang raja tersenyum senang, "baik."
"Flora, perkenalkan. Ini putraku yang kelak akan menjadi penerusku. Namanya Lee Chan. The Soul of Million of Light Years Away Mage. Chan, ini Flora. Penyihir kuno dari Kerajaan Hati, La Belle Dame San Merci Mage."
Chan berdiri dan menjabat tangan Flora. Wanita itu membalas jabatan tangan chan dengan senyum lebar dan mata berbinar, "saya dengar anda berperan penting dalam upaya perdamaian di pinggiran Kerajaan Hati" sanjung Chan hingga membuat Flora terkekeh senang.
"Oh, pengetahuanmu luas juga ya! Kerajaan Hati itu kerajaan yang penuh suka cita. Kami hidup dengan bersenang-senang, tanpa ada raja atau pemerintahan disana. Terkadang memang ada konflik, tapi ya… kami bisa atasi dengan cukup baik!!"
"Kelompokmu yang suka menjaga perdamian itu sebaiknya segera mendirikan kerajaan, Flora. Demi perdamaian jangka panjang" di tengah obrolan tersebut, seorang pria bertubuh kekar dan berbalut baju zirah masuk ke dalam ruang makan utama itu. Jubah merahnya menari tertiup oleh angin dan langkahnya berat, diiringi oleh suara gesekan baju zirah.
"Harusnya kamu lepas dulu baju zirahmu, Jake!" Flora menanggapi sambil berjalan riang menghampiri pria berbaju zirah tersebut. Ia membungkukkan kepala kepada Sang Raja dan membuatnya tersenyum.
"Chan, ini Jake. Penyihir Kuno dari Kerajaan Wajik, King Arthur. Jake, ini penerusku, Lee Chan, The Soul of Million of Light Years Away Mage."
Setelah saling berjabat tangan, Jake tersenyum kepada Chan, "gelar yang bagus. Melihat pertunjukanmu pekan lalu memang membuktikan apa yang Sukku katakan selalu benar."
Chan terkekeh dengan senyum lebar di wajahnya.
"Oh iya, dimana Sukku? Apakah dia tidak datang?" tanya jake kemudian, mengingat Sukku juga tinggal di Kerajaan Diamond sebagai seorang prophet—dan lebih dikenal dengan panggilan pendeta atau penasihat di kerajaan ini.
Sang Raja menggeleng, "tidak. Dia tidak mau jauh dari pohon suci, kalian tahu sendiri kan dari surat terakhirku kalau pohon suci akhir-akhir ini sering menunjukkan gejala korosi yang cukup mengkhawatirkan."
Jake mengangguk paham.
Lee, Sang Raja memang rutin mengirim surat kepada teman-temannya melalui sub-space miliknya. Mereka pun selalu bertukar kabar mengenai keadaan masing-masing. Sang Raja juga selalu memberi kabar terkini soal keadaan pohon suci. Ia menceritakan semuanya kecuali fakta bahwa Lee Chan bukan lah seorang penyihir kuno, melainkan Lee Jihoon yang lahir dari rahim seorang penari sekaligus pelacur rendahan dari rumah bordil kumuh di pinggir Kerajaan Diamond.
"Terima kasih, berkat surat itu aku sudah mulai mengajari Daisy putriku ilmu sihir. Padahal aku berencana mengajarinya ketika ia menginjak usia sepuluh tahun" Flora terkekeh sambil menggaruk keningnya malu-malu.
"Wah, Daisy sudah mulai belajar ilmu sihir? Kalau begitu lain kali kita harus bawa Daisy dan Elio untuk berlatih secara khusus! Chan juga harus ikut!" seorang pria berperawakan kurus, memakai baju serba hijau dan topi baret di atas kepala masuk ke dalam ruangan itu dengan langkah panjang. Kaki kurusnya dibalut oleh legging putih dan dilapisi celana di atas lutut. Di pinggang sebelah kanannya ada sebuah seruling emas yang ikut menari, mengikuti langkah kaki lebar pria itu.
"Louis!!" Flora berseru senang dan berlari memeluk pria kurus itu. Louis tersenyum sambil mengusap punggung Flora. Wanita itu pernah menjadi adik kesayangannya ketika mereka masih muda.
"Anda pasti Louis, The Pied Piper of Hamelin," Chan mendekat sambil mengulurkan tangan. Louis menyambut jabatan tangan Chan tanpa ragu.
"Halo Chan. Kamu punya aura superstar" sanjungan Louis membuat Chan terkekeh.
"Bagaimana kabar Elio?" tanya Flora dengan nada riang.
"Dia berlatih dengan sangat giat walau banyak mengeluh," Louis dan Flora terkekeh kemudian.
Jake melihat ke sekeliling dengan tampang serius sebelum berbicara, "Apa Soonyoung tidak hadir?"
"Nyariin nih?" bulu kuduk semua orang di dalam ruangan itu tiba-tiba meremang setelah merasakan aura mencekik dari Soonyoung. Laki-laki itu berjalan masuk dengan jejak mana merah yang membekas di lantai selama beberapa detik. Dalam tiap langkah kaki sang Raja Kaiyo, terdengar suara bisikan Kaiyo-Kaiyo kecil yang terkekeh senang sebab Soonyoung hadir dengan wujud aslinya.
Rambut pirang digerai panjang dan berkilau seperti emas, telinga dan ekor harimau yang menjadi ciri khas sang raja, tatapan matanya tajam dan senyum khas yang cukup mereka kenal sebagai salah satu penyihir kuno tertua saat ini. Malam itu Soonyoung menggunakan pakaian kesayangannya. Sebuah pakaian khas Bangsa Kaiyo dengan luaran brokat hitam dan aksesoris berbentuk daun emas. Soonyoung suka memakai celana hitam bergaya baggy, serta sepatu yang selalu ia pakai sejak dulu. Pemberian Raja Kaiyo sebelumnya.
"Kwon Soonyoung…" Sang Raja menelan ludahnya resah. Pasalnya ia sudah mempersiapkan diri untuk pertemuan hari ini, namun berhadapan langsung dengan salah satu orang terkuat di seluruh daratan bumi membuat Sang Raja merasa resah. Apalagi Soonyoung nampak sengaja muncul sambil mengeluarkan mana-nya—mengintimidasi.
Flora lantas menepuk punggung Soonyoung sambil terkekeh untuk mencairkan suasana. "Soonyoung!! Wah lama sekali gak berjumpa! Udah selesai nih agenda cutinya?" sapa Flora tanpa ada rasa takut.
Soonyoung tertawa terbahak-bahak. Ia mengangkat sedikit pedang di pinggang kanannya lalu menutupnya. Mana khas Kaiyo miliknya yang memberi sensasi sesak dan panas seketika lenyap. Ruang makan mewah itu kembali terasa sejuk dan tenang. "Flora apa kabar? Gue denger lo punya anak."
Flora tertawa sambil melompat-lompat, "bahasa apa itu?! Kamu belajar bahasa gaul ya? Wah, keren banget!" Soonyoung tertawa terbahak-bahak lagi. Ia sangat suka dipuji.
Jake turut mendekat dan menyalami Soonyoung, "ada gerangan apa kamu mau datang? Padahal aku kira kali ini kamu akan absen lagi."
"Benar, Soonyoung tidak pernah mengirim dan berbalas surat di sub-space milik Lee" sejak dulu Soonyoung tidak pernah mengatakan kepada siapa pun yang ada di dalam ruangan itu mengenai alasan kenapa dirinya tidak pernah membalas surat dalam sub-space yang diciptakan oleh Sang Raja. Soonyoung tidak tahu, namun entah mengapa mana-nya susah menjangkau ruang kecil ciptaan pria itu, seolah ditolak.
"Yah, gue lumayan tertarik karena katanya Lee mau ngenalin kita ke penerusnya" telinga dan ekor Soonyoung bergerak ke kanan dan ke kiri. Sama seperti kucing yang tertarik pada sesuatu. Mata Soonyoung yang tajam dan berwarna hitam keemasan menatap Chan, lalu sedetik kemudian ia sudah berada di belakang Chan meremas pundak laki-laki itu.
Chan yang memiliki kemampuan melihat ke masa depan lebih cepat tiga detik refleks memutar tubuhnya—meski Soonyoung lebih cepat. "Wah lihat, penyihir ruang dan waktu yang biasanya lembek, sekarang punya otot yang bagus!!" ujar Soonyoung sambil menatap Chan dari atas hingga bawah. "Padahal biasanya penyihir ruang dan waktu lebih fokus berlatih untuk pertarungan jarak jauh. Tapi badan lo kayak front liner banget."
Laki-laki itu menelan ludahnya sambil tertawa ia menanggapi, "iya, saya sedang berusaha menguasai pertarungan jarak dan jarak jauh agar saya bisa beradaptasi dengan cepat dalam berbagai situasi."
Jawaban itu tampaknya tidak terlalu memuaskan Sang Raja Kaiyo. Ia kembali menatap Chan dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan pupil hitam keemasan miliknya. "Kalau gitu apa lo tau gue?"
"Kwon Soonyoung, Raja Bangsa Kaiyo… King of Night Parade of One Hundred Kaiyo" Soonyoung tertawa terbahak-bahak.
"Lo lupa nambahin satu lagi gelar gue, Son of The King of Sun. Lo harusnya gak lupa yang satu itu. Kan gue sebagai bagian Paradoks Tuhan ada karena gelar itu" Soonyoung mengacak-acak rambut Chan yang sudah ditata dengan rapi, "lo harus baca lebih banyak literatur. Mau main ke Tanah Kaiyo?"
"Soonyoung, bangsawan dilarang pergi ke Tanah Kaiyo."
Soonyoung menatap Sang Raja dengan tatapan tajamnya. Ia menjauh dari Chan dan menarik satu kursi, lalu duduk disana dengan melipat satu kaki. Sambil menopang dagu, Soonyoung membalas, "padahal bangsawan di Kerajaan Diamond kebanyakan memiliki mana yang kuat. Rakyatku juga sudah tidak sering makan manusia."
"Kami ingin menghindari kemungkinan terkontaminasi mana hitam."
Soonyoung tertawa terbahak-bahak, "wah berani juga ngomong kayak gitu di depan gue langsung." Soonyoung menarik pedangnya dan suara tawa Kaiyo langsung memenuhi ruang makan itu. Aura mana berwarna merah gelap menyelimuti tubuh Soonyoung. Perlahan, Kaiyo kelas rendah keluar dari kulit Soonyoung. "Mari kita lihat, seberapa banyak mana hitam yang ada di dalam tubuh gue,"
Flora, Jake, dan Louis saking bertatapan dengan heran. Mereka tidak tahu kenapa hubungan antara Soonyoung dan Sang Raja berubah menjadi buruk. Sebab sejauh yang mereka ingat, Soonyoung sangat baik dan ramah kepada semua orang. Sedangkan Soonyoung hari ini muncul seolah menantang Sang Raja. Ketiganya pun terus diabaikan oleh Soonyoung sejak awal.
"Soonyoung. Kita udah lama tidak bertemu. Jangan seperti ini…" Flora mendekat dengan ragu. Namun Soonyoung menulikan telinganya.
"Bisa lo rasain mana gelap dari gue?" Soonyoung mengabaikan Flora.
Sang Raja hanya terdiam.
Soonyoung menghela napasnya dan kembali menarik pedangnya. Kaiyo kecil yang terbang diseliling Soonyoung seketika lenyap bersama mana merah gelap yang mengelilingi tubuh Soonyoung. "Lo harus inget. Mana Kaiyo dan Mana Hitam adalah dua hal yang berbeda. Kita sudah berperang sama ratusan tahun untuk memerangi ilmu hitam. Gue harap lo sebagai keturunan Penyihir Kuno Ruang dan Waktu gak punya otak sedangkal ini. Bokap lo di akhirat pasti malu lihat kelakuan lo."
Sang Raja masih menutup mulutnya.
"Dan harusnya lo sebagai pemimpin Kerajaan Diamond mulai menyelidiki kenapa mulai ada mana hitam di beberapa tempat di dalam ibu kota" kali ini Sang Raja berdiri dengan ekspresi terkejut. Begitu juga dengan tiga penyihir suci serta Chan yang ada di dalam ruangan itu.
"Apa maksudmu dengan mana hitam ada di ibu kota Kerajaan Diamond?!" pekik Sang Raja.
"Segel Pohon Suci, mulai mengalami distorsi atau korosi, atau apalah itu. Intinya segel itu sudah mulai rusak bukan?"
"Belum… sampai separah itu…." Sang Raja mengepalkan tangannya. Soonyoung memperhatikan hal itu dengan mata hitam keemasan miliknya.
"Oh ya?"
"A—Chan selalu memperhatikan kondisi segel pohon suci. Kemampuannya sekarang memang belum sempurna, tapi pasti akan baik-baik saja." Soonyoung masih menatap Sang Raja dengan mata menyelidik miliknya.
"Kayaknya mana punya lo lebih lemah dari perkiraan gue. Padahal Chan baru berusia dua puluh lima tahun. Kenapa lo kayak disedot satu setengah tahun lebih cepat?" Sang Raja menatap Soonyoung dengan mata memerah. Chan yang ada di sebelahnya bisa melihat bagaimana urat di leher sang ayah mulai terlihat. Ia tahu, pria itu sedang sangat berusaha untuk menahan emosinya.
"Kalau sampai Soonyoung merasakan mana hitam, berarti kondisi Pohon Suci lebih buruk dari perkiraanku," Jake turut berpendapat. Diiringi oleh anggukan dua penyihir kuno lainnya.
"Jake benar, Soonyoung sangat sensitif dengan berbagai jenis mana. Kalau sampai Soonyoung bicara seperti itu, aku ragu dia berbohong" Louis turut menimpali.
"Soonyoung tidak pernah berbohong. Lee, bolehkah kami melihat keadaan Pohon Suci? Mungkin ada yang bisa kita lakukan untuk membantu Chan mempertahankan segelnya" Flora turut angkat bicara sambil berharap.
Sang Raja menghempaskan tubuhnya ke atas kursi sambil memijit kepalanya, "Baiklah… tapi kita makan malam dulu. Sebelum makanan menjadi dingin. Aku tidak ingin acara jamuan ini berubah menjadi pertemuan darurat. Pohon Suci masih baik-baik saja."
Tiga penyihir kuno itu saling bertatapan, kemudian duduk di kursi masing-masing.
Soonyoung kembali berdiri setelah Chan mengambil duduk di sebelahnya. "Kalau gitu gue pamit. Makanan manusia gak cocok di lidah gue." Soonyoung langsung meninggalkan ruang makan itu, mengabaikan seberapa merah wajah Sang Raja. Ia merasa puas dan senang bisa menghancurkan suasana hati Sang Raja sebagai hukuman kecil.
"Tuan Besar." Mingyu yang menunggu di depan istana langsung menunjukka kepalanya begitu melihat Soonyoung. Ia menyembunyikan wujud kaiyonya yang merupakan gagak bersayap empat setelah Soonyoung kembali ke wujud manusianya.
"Gue berhasil ngomporin tuh orang!" Soonyoung berseru semangat. Mingyu menghela napasnya sambil menundukkan kepala.
"Tuan besar…" Soonyoung hanya terkekeh sambil menepuk punggung Mingyu.
"Ayo pulang! Banyak yang harus dikerjain!"
"Tunggu dulu," belum sempat Soonyoung melangkah keluar dari istana, Mingyu menahan sang tuan sambil menunjuk ke sebuah lorong tidak jauh dari istana utama. "Bukankah itu Lee Jihoon?"
Mendengar apa yang Mingyu katakan, Soonyoung menyipitkan mata, mempertajam pengelihatannya dan melihat Jihoon yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menjinjing sebuah mantel yang tidak asing bagi Soonyoung. "Wah, wah…."
Sebuah senyum menghias wajah Soonyoung.
"Panggil Junhui, kita harus kirim surat ke anak itu."
support me on trakteer